Untukmu,
Biar kusampaikan surat ini, bukan padamu tapi pada waktu, tentang apa yang telah lewat dan kita biarkan pergi tanpa sadar. Ini bukan surat cinta, bukan juga puisi. Ini hanya sebuah resume tentang patah hati.
Kita pernah, pada suatu waktu menikmati hujan bersama, menunggunya reda tanpa perlu takut ada yang pergi setelahnya, sebab kaki kita masih satu langkah.
Kita pernah, pada suatu ketika makan di tempat kesukaanmu kemudian menertawai banyak hal -tentu kita adalah salah satu halnya- tanpa peduli bagaimana hidup akan mengantarkan kita.
Kita pernah, bertengkar tanpa kompromi, bahwa kita sama-sama lelah hingga tak sanggup menertawainya. Yang kita tahu, kita harus beranjak meski berlawanan arah.
Tapi kita lupa meredam ego, kemudian justru meninggikan suara dan menulikan telinga. Pecah. Kita pecah karena apapun yang rapuh akan jatuh jika digantung tidak pada tempatnya.
Kita tahu pasti itu. Tapi kita bebal, bukankah itu yang terjadi pada mereka yang jatuh cinta? Hingga akhirnya pergi, entah meninggalkan kesal atau sesal aku tak tahu pasti.
Yang pasti aku berharap kita (atau tepatnya kamu) tidak benar-benar pergi. Aku tahu bumi adalah lintasan yang akan mempertemukan kita, tentu saja jika kita masih saling menetapkan hati satu sama lain sebagai pusat gravitasi.
Dan saat itu terjadi, aku akan mengatakan padamu bahwa aku menyesal telah menjatuhkan kita.
Takkan ada organ yang mati karena kepergianmu.
hanya saja "kita" akan membangkai di otakku.
laik diss...
BalasHapus