Padang, 27 September
2011
“apakah benar benar tidak ada lagi yang bisa diperbaiki dari hubungan ini ?” tanyanya malam itu. ia masi mengingat jelas getar suaranya ketika perpisahan itu terjadi.
“Tidak ada” ucapnya lirih. Tanpa ekspresi apapun tidak senang tidak juga sedih.
“baiklah. Aku tidak akan memaksamu untuk tetap tinggal. Tapi kamu harus ingat satu hal” ungkapnya dengan suaranya yang semakin serak, lalu ia melanjutkan ucapannya
“siapapun orang yang akan menjadi kekasihmu selain aku. Jangan salahkan aku jika suatu saat nanti aku kembali datang hanya untuk mengacaukannya” desisnya pelan
Perempuan tersebut hanya diam, tak ada bantahan apapun mendengar ancaman lelaki yang pernah sangat ia cintai tersebut. Ia merasa kosong. Tatapannya nanar kelangit langit kamar yang dipenuhi glow in the dark. ia masi menggenggam ponsel yang menghubungkannya dengan lelaki itu. dan
Tuut.... tuut... tuut
Panggilan terputus.
Lelaki tersebut memutuskan panggilan.
Ia tersenyum kecut matanya yang sudah bengkak karena tangis yang tak kunjung henti semakin bengkak ketika bulir – bulir air tersebut mengalir lagi dari matanya.
“kenapa kamu sulit sekali untuk bertahan pada satu pilihan, sayang” desisnya pelan sambil meraih boneka pemberian lelaki tersebut, memeluknya. Dan terpejam.
--------------------------------------------
Padang, Desember 2012
Seorang perempuan berambut sebahu yang diikat keatas tak beraturan, bermata cekung duduk di tengah ruangan, kaki kirinnya berlipat dan kaki kanannnya bersila, sebuah laptop yang bertuliskan “bimo” dengan spidol putih pada bagian depan laptop berada diantara kedua kakinya yang terbuka, ia menggigit rokok sedangkan kedua tangannya sibuk mengetik diatas keyboard laptopnya, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa apa, hampir tidak ada ekspresi disana tidak takut tidak juga senang. Namun matanya nyalang bergerak ke kiri lalu kekanan seiring jemarinya menari tanpa henti, ribuan belati yang telah terasah baik menancap kedalam sana, mungkin sedang membelah ribuan huruf huruf tak berdosa. Putung rokok memenuhi bekas aqua gelas yang kerap kali dijadikannya asbak yang berada disebelah kanan kakinya, bahkan ada beberapa yang ikut terjatuh ke lantai dimana bungkus bungkus rokok berserakan sama kacaunya. Kamar itu hanya diisi kasur yang seprainya berantakan dan satu buah lemari tua milik ibu kos, bantal dan selimut teronggok di kaki kasur. Tumpukan buku buku memenuhi dindingnya yang bersih, baju baju terkapar disudut lantai tanpa lemari. Musik mengalun kencang, entah lengkingan atau jeritan, atau gumaman, mungkin Pink Floyd atau Tame Impala, hanya dia yang paham. Perempuan itu sedang membangun dunianya sendiri.
Tok .... Tok ... Tok.
Maya membuka pintu dengan gayanya yang khas dan langsung merebahkan dirinya kekasur dengan menelungkup, tas yang dipegangnya pun di lempar kesudut lemari. Dan maya langsung menoleh ke arah perempuan tersebut.
“lo ngapain ? musiknya kekencangan! Kenapa lagi? Nulis lagi ?”
Perempuan tersebut menghisap dalam rokoknya dan menyandarkan dirinya sejenak, menatap kosong kelangit langit kamar kos dan sesekali mengerinyitkan dahinya sembari memejamkan matanya , seperti sedang mengingat sebuah kenangan pahit. Gumpalan asap hampir saja memenuhi tatapannya.
Maya hanya diam melihat tingkah perempuan yang sudah dianggapnya saudara tersebut, ia membalikkan badannya turut menatap langit langit kamar dan menghembuskan nafas panjang, dan ia kembali menanyakan hal yang sebenarnya sudah bosan ia tanyakan.
“dia lagi ? cinta ga harus sampai semerana ini, mel”
“gue bakalan nunggu dia sampai dia pulang, may” gumam perempuan berbadan kurus tersebut, menggigit rokoknya dan kembali memainkan jemari diatas keyboard laptopnya, membelah huruf, tanpa ekspresi apapun.
TAK!
Sentuhan terakhir di keyboard laptopnya, dengan tatapan yang kosong sebuah senyum tipis menghiasi wajahnya. Ia bangkit menuju meja rias. Ia meraih pigura kemudian mengamatinya. Mata teduh laki laki itu beradu dengan mata cekung gadis di dalam foto. Si perempuan itu meraih pigura tersebut menatapnya dan
“DUAARR!!”
Pigura tersebut jatuh membentur lantai, pecah.Lalu
HENING.
--------------------------------------------
Padang,
September 2013
“mel, ntar gue jemput lo kekos. Ga lupa kan skg ada acara reuni alumni ?! musti datang dong! Ok. See ya”
Ia baru saja membaca pesan bbm dari temen sebangku masa sma nya dulu. Tersenyum tipis. Dan kembali memasukkan hand phone nya kedalam saku celana kanannya, tatapannya kembali kepada layar infocus dan memperhatikan dosen yang sibuk ngomong tentang mata kuliah anatomi tubuh manusia yang sama sekali tidak ia sukai.
Sesaat pikirannya menerawang
Ia kembali mengingat persis setiap detail dari kejadian kejadian menyakitkan yang dialaminya pada masa sekolah dulu, ya masi tentang laki laki bermata teduh tersebut.
“sialan!” desisnya pelan.
Satu satunya jalan untuk ngelawan rasa sakitnya cuman satu. Bahwa ia harus menghadapinya, tidak menutup kemungkinan bahwa ia akan bertemu lagi dengan lelaki ltu. Dikeluarkannya ponselnya dan ia pun membalas pesan bbm yang tadi sempat tidak ia hiraukan.
“gue pergi vi, jemput gue sekarang, gue tunggu”
INT
TAMAN BUDAYA
Ia mengenakan baju lengan panjang yang agak sedikit jungkis yang dipadukan dengan celana panjang ketat hitam, rambutnya yang sebahu ia biarkan saja jatuh tanpa mengenakan jepitan ato ikat rambut. Dan poni nya yang khas menutupi keningnya dan alis matanya. Ia berjalan beriringan dengan luvy temen sebangku nya dulu yang sudah ia anggap sebagai saudara sendiri, menuju kerumunan orang orang yang berdiri disudut koridor kiri.
“hey! Com, gayenye ga dateng. Nongol juga kan akhirnya” ucap lando pria yang khas dengan style nya yang casual.
Ia hanya tersenyum tipis sesekali menengok ke arah kanan dan melihat lalu lalang orang yang berjalan di depannya.
Dan satu mata melekat padanya.
Laki laki dengan mata teduh. Laki laki dengan sejuta rahasia didalam matanya laki laki yang paling andil membuat kepribadiannya menjadi apatis. Laki laki yang sangat ingin ia jauhi. Laki laki yang menjadi alasan mengapa ia ada disini sekarang.
Ia langsung menepis pandangannya berusaha untuk tidak bertatapan lagi dan tidak salah tingkah atas apa yang ia lihat, ia beranjak dari tempat duduknya tadi dan mendekati luvy yang sedari tadi sibuk berfoto dengan teman teman yang lain,
“wajah lo kenapa mel? Kok canggung gitu ? kenapa ? ada dia ya ?” tanyanya dengan suara sedikit berbisik.
Ia hanya mengangguk pelan dan tetap berdiri membelakangi laki laki tersebut. Ia tak ingin menatap matanya ia tak ingin terhanyut lagi ke dalam perasaan perasaan yang membuatnya lemah. Membuatnya tak menerima keadaan. Yang membuatnya merasa kehilangan.
Laki laki tersebut mendekat kearah kerumunan alumni alumni lain yang dimana semua dari mereka adalah teman akrab ia sendiri. Namun laki laki tersebut tak lagi memandanginya dan hanya melewatinya begitu saja.
Ia hanya diam. Degupan jantungnya makin kencang, ia benar benar salah tingkah, ingin rasanya ia pulang saat itu juga, namun ia tau ia hanya terlihat konyol kalo ia meminta luvy untuk anter ia pulang sekarang. Ia harus mengahadapinya.
Acara berlangsung meriah, diiringi dengan tarian daerah dan dance yang ditampilkan oleh para siswa siswi tempat ia sekolah dulu. Dan semakin ramai pada akhir acara karena seluruh alumni bersalaman dengan para alumni lainnya. Ia sibuk merangkai senyum kepada teman temannya yang lain sedangkan ia tau jantungnya tak berhenti berdegup kencang sedari tadi. didalam kerumunan ia mendengar seseorang memanggil namanya, suara serak yang sangat ia hafal. Pemilik suara itu memanggilnya.
“mel, salaman sama aku yuk ? belum kan?” ucapnya dengan setenga merayu
“yaudah sih mel, masa sama kita kita aja sama dia kapaaan? Salaman gih, damai woi damai!!” teriak nico yang tak lain adalah pacar luvy sendiri.
Ia kaget setenga mati, pertahanannya runtuh, ia tampak konyol dan benar benar salah tingkah.
“anjrit!!” gerutunya dalam hati.
Tanpa aba aba tanpa ucapan apa apa yang keluar dari mulutnya, ditengah kerumunan. Laki laki tersebut menarik tangannya dan tepat! Satu ciuman mendarat di pipi kanan nya. Di dalam kerumunan junior2 sma dan alumni2 sma.
“cieeeee...” teriak teman temannya yang lain yang memandangi peristiwa tersebut.
Ia hanya diam mukanya merah padam. Ia melepaskan tangan laki laki tersebut dengan kasar. Dan pergi begitu saja.
Di perjalanan pulang. Ia menangis sejadi jadinya.
--------------------------------
Padang,
Juli 2014
Dunia menawarkan banyak sekali warna. Sebut beberapa, bahkan lagu balonku ada lima serta pelangi – pelangi belum mampu menyebutkan semuanya. Kamu paham betul, ada anak kecil cerewet dan penuh pertanyaan di dalam diri seorang perempuan keras yang kini kamu kenal, Aku.
Aku kerap mengeluhkan tentang hidup yang abu – abu, langit yang tak selalu tersapu warna senja oranye keunguan demi sebait puisi untuk merayumu. Senyum serta tatapan teduh milikmu adalah satu satunya cara untuk membungkamku karena kamu tidak punya gulali. Aku tidak keberatan caramu menenangkanku lebih dari manis.
Sebab aku sadar .....Yang kamu lihat ketika aku sedang meracau dan mendebatmu lantang – lantang adalah gadis kecil ketakutan yang meringkuk di sela tinggi suaraku, merapatkan tubuhnya semakin dalam menghindari tajam belati mataku.
Kau tahu, aku menyukai hitam. Aku tidak perlu repot mencari warna lagi, karena hitam adalah warna. Hitam sepekat dan sekelam apapun tetap saja sebuah warna.
Dibalik teduh matamu, kau tahu hitam bukan pilihan dan aku kesulitan mencari warna selain hitam.
Sebab itu, ketika aku terlelap. Kautinggalkan aku sebungkus bianglala dengan pendar segala wara, karena balonku ada lima serta pelangi – pelangi belum mampu menyebutkan semuanya.
INT
KAMAR TENGAH
Didalam ruangan yang padat yang berisikan meja rias, lemari dan kasur berukuran besar yang menyebarkan bau stella kuning, ia duduk diam dengan wajah dibenamkan di pangkuannya. Jemari kakinya menampak diatas keramik putih dingin, kedua tangannya memeluk kedua lutut yang dilipatnya tepat di depan dadanya.
Tangisannya melaut dalam bisu.
“DASAR BODOH!!!” Teriaknya sambil memukuli bantal sekuat mungkin yang berada tepat disampingnya. Sambil terisak ia meraih handphone yang sedari tadi berdering menandakan ada panggilan masuk,
“sayang”
Ingin rasanya ia meneriaki dan memaki maki lelaki yang sedang menghubunginya tersebut namun nyalinya tak cukup kuat untuk melakukannya, handphone yang sedari berdering berada dalam genggamannya dan...
“TAK!!!”
Ia melemparkan handphone tersebut ke sudut kamar.Hening. Tak ada lagi panggilan.
Ia kembali meringkuk kedalam pangkuannya sendiri, memeluk dirinya sendiri lebih erat dan lebih lama. Ia menyesali apa yang telah ia percaya. Ia menyesali apa yang telah ia lakukan, ia menyesali kenapa harus berbohong lagi hanya untuk menyelamatkannya. Ia menyesali ketika ia menginjak harga dirinya sendiri hanya untuk melindungi seorang penipu ulung yang sangat teramat ia cintai.
Ia seperti hewan terluka yang menjeritkan ajalnya, ia tumbang dan lelah. Ia ingin menyerah. Dan akhirnya kalah. Ia menyerahkan sepenuh nya perasaan yang hancur ini kepada Tuhan. Menyerahkan semua usahanya kepada Tuhan. Menyerahkan semua keyakinannya bahwa “laki laki” itu sepertinya bukan untuknya, kepada Tuhan.
Sejak peristiwa tersebut. Ia melepaskan apa yang seharusnya ia lepaskan 3 tahun yang lalu. Dan membiarkan Tuhan yang mengatur takdirnya dengan laki laki itu. jika Tuhan mempertemukannya lagi dengan “laki – laki” itu, hanya ada dua kenyataan.
Takdir terburuk ataukah Manisan terpahit.
lalu waktu merubah segalanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
PENDAPAT LO ?